Mukomuko, Sriwijaya hariini.com – Insiden Kamis Pada Tanggal 16 Mei, KMS VS Perusahaan TP Pencurian Atau Konflik Agrariakah. Titik Secara Hukum Dan Kemanusiaan. Selasa (21/05/2024).
Kasus konflik agraria muncul karena adanya perselisihan atau perbedaan keputusan oleh dua pihak atau lebih yang terlibat dalam pengurusan tanah. Dalam buku “Menuntaskan Sengketa Tanah” karya pengacara Elza Syarief, disebutkan bahwa sejumlah faktor yang bisa menyebabkan terjadinya sengketa tanah yakni: Peraturan yang belum lengkap, Ketidaksesuaian peraturan, Pejabat pertanahan yang kurang tanggap terhadap kebutuhan dan jumlah tanah yang tersedia.
Data yang kurang akurat dan kurang lengkap, Data tanah yang keliru, Keterbatasan sumber daya manusia yang bertugas menyelesaikan sengketa tanah, Transaksi tanah yang keliru, Ulah pemohon hak, Adanya penyelesaian dari instansi lain, sehingga terjadi tumpang tindih kewenangan.
Dan cara yang paling bijak untuk menyelesaikan konflik agraria adalah dengan resolusi konflik secara komprehensif dengan memperhatikan sumber masalah sampai ke akar-akarnya.
Penyelesaian kasus sengketa tanah dikontrol dalam Aturan Menteri Agraria dan Regulasi Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 21 Tahun 2020 perihal Penanganan dan Penyelesaian Kasus Pertanahan, dan dalam mengatasi sengketa tanah ada beberapa hal yang dapat di lakukan: Cek Asal Usul Kepemilikan Lahan, Cek Keaslian Akta, Pastikan Kredibilitas Penjual, Lakukan Pengaduan ke Kantor Kepala Pertanahan.
Permasalahan yang terjadi antara PT DDP di wilayah Desa Air Berau kita harus secara jernih dengan menempatkan masalah tersebut dalam koridor aturan hukum dan perundang-undangan yang berlaku..? Semua pihak haruslah bisa menahan diri, agar masalah antara perusahaan dan kelompok ini tidak menjadi besar dan melibatkan pihak lain, karena takutnya nanti banyak pihak yang menunggangi dan menumpanginya.
Sebagai Negara hukum kita harus kembalikan semua nya kepada aturan hukum, silahkan masing-masing pihak menunjukkan dokumen pendukung kepemilikan baik lahan maupun tanaman yang tumbuh disana. Tidak bisa kita lepas dari norma-norma itu dalam melakukan penyelesaian konflik seperti ini, walaupun ada dasar kemanusiaan yang perlu dikaji, kalau berbicara Advokasi dengan berdasarkan indikasi Konflik Agraria juga tentunya ada dasar mereka memiliki hak yang diperebutkan disana, kalau toh yang punya lahan ada dokumen, terus dia yang tanam, dia yang rawat, kita nggak punya apa-apa, tunggul kayu disana aja kita nggak punya, terus kita yang panen, gimana ceritanya.
Sengketa itukan ketika dua orang atau lebih memiliki sesuatu yang sama, dan mengklaim sama-sama kuatnya dan hebatnya, maka disitulah yang disebut perkara, yang ada ranah tempat untuk menyelesaikannya dengan dasar-dasar hukum yang ada.Nah dikasus kita ini kalau saya lihat, masalah terjadi ketika PT. DDP menjalani proses perpanjangan HGU, kemudian ada yang tidak sepakat atas proses perpanjangn HGU tersebut, lalu terjadilah penguasaan lahan itu yang dianggap bukan bagian dari HGU lagi, ini kurang tepat menurut saya sebab, ketika proses perpanjangan HGU tersebut berjalan Hak atas lahan beserta yang ada diatas nya tetaplah menjadi hak pemilik HGU sebelumnya, hingga proses pengajuan itu dinyatakan diterima untuk dilanjutkan atau tidak diterima atau dicabut, artinya kalau ini masih dalam proses kita sudah kuasai, tidak ada sentuhan Konflik Agrarianya disana, Namanya mencuri, jelas ditangkap polisi.
Terakhir saya mau sampaikan dengan kawan-kawan pejuang, teruslah berjuang, tetapi tentunya haruslah dengan dasar-dasar yang jelas, sehingga tidak dinilai ada kepentingan personal yang dipaksakan harus, sebab pada akhirnya kekalahan mempermalukan kita dan fitnah pembodohan terhadap orang lain menyertai, dan sebagai putra Daerah Kabupaten Mukomuko saya juga mengharapkan kepada para investor untuk senantiasa menjaga komunikasi dan saling mengisi sehinga simbiosismutualisme kita tetap terjaga…trim salam perjuangan. (Robi)