Harga Pangan Tak Wajar Karena Ada Monopoli

oleh -600 Dilihat
oleh

Palembang, Sumateraexpress.com – Kepala Badan Pangan Nasional Arief Prasetyo Adi dan Gubernur Sumatra Selatan (Sumsel) Herman Deru menghadiri focus discussion group (FGD) masalah pangan di Hotel Santika Prmiere Palembang, Sumsel, pada Selasa (28/2/2023).

FGD dengan topik “Kewajaran Harga Produk di petani dan Konsumen yang Menjamin Keberlanjutan Pangan” ini diselenggarakan oleh Nagara Institute. FGD ini juga menghadirkan sejumlah pakar, akademisi, dan pemerhati pangan nasional serta seluruh stakeholder pangan nasional, termasuk para pelaku produksi dan distribusi pangan di wilayah Sumsel.

Hadir juga dalam FGD ini adalah Direktur Ketersediaan dan Stabilitas Pangan (KSP) Badan Pangan Nasional Ketut Astawa, pengamat ketahanan pangan Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia Khudori, Dr Nurkholis dari Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, dan Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sriwijaya Dr. Mohamad Adam. Dalam FGD yang dipandu Direktur Eksekutif Nagara Institute Akbar Faizal ini, Kepala Badan Pangan Nasional Arief Prasetyo Adi mengikuti diskusi melalui Zoom lantaran ada kegiatan mendadak di Jakarta yang tak bisa ditinggalkan.

Namun, karena FGD dianggap sangat penting, Arief Prasetyo merasa pelu untuk mengikutinya.FGD diawali dengan agenda diskusi yang disampaikan oleh Nurkholis. Menurutnya, secara global, dunia saat ini memang menghadapi tantangan masalah pangan. FGD ini, menurutnya, untuk mencari dan menakar rumusan ketersediaan dan kewajaran harga pangan baik di tingkat petani (produksi), di tingkat distribusi, dan di tingkat konsumen. “FGD ini diharapkan mampu menemukan formula itu demi ketahanan dan keberlanjutan pangan di Indonesia,” katanya.

Selanjutnya, pengamat ketahanan pangan Khudori pada kesempatan ini menyoroti kebijakan pangan nasional yang dibilang misorientasi. Menurutnya, masalah pangan muncul lantaran karakteristik pengelolaannya didominasi orientasi pasar, kecuali beras. “Semua diserahkan pasar. Di dunia, pasar pangan itu distorsif, artifisial, dan tidak mencerminkan efisiensi yang sebenarnya. Sebab, ada subsidi-subsidi pada proses produksinya, sehingga seakan-akan harga pangan murah,” jelasnya.Di sisi lain, terjadi monopoli oleh segelintir pelaku distribusi pangan, dalam terutama beras.

Akibatnya, terjadi ketidakwajaran atau ketidakseimbangan antara di tingkat produksi dan konsumen. Kondisi seperti ini jelas merugikan petani sekaligus konsumen, dan diuntungkan adalah segilintir distributor yang memonopoli perdagangan.“Dengan harga pangan tinggi dan daya beli rendah, akibatnya masyarakat kita mengonsumsi pangan yang kurang bergizi,” kata Khudori.

Sementara itu, Kepala Badan Pangan Nasional Arief Prasetyo yang bergabung dalam diskusi melalui Zoom, memaparkan persoalan harga dan ketersediaan pangan utama, terutama padi dan beras, yang hari-hari ini menjadi sorotan publik berkaitan dengan rencana dikeluarkannya Harga Pembelian Pemerintah (HPP) gabah menjelang panen raya.“Sekarang ini harga memang tidak normal. HPP masih belum dikeluarkan secara resmi.

Tapi membicarakan masalah pangan tidak boleh sepotong-sepotong, harus menyeluruh mulai dari hulu sampai hilir,” kata Arief Prasetyo.Badan Pangan Nasional yang baru berumur setahun ini, menurut, juga sedang menyiapkan berbagai kebijakan dan strategi yang menyeluruh menyangkat masalah pangan mulai dari hulu sampai hilir. Misalnya soal harga, tidak bisa di tingkat hulu harga ditekan, lalu di hilirnya tidak dijaga. Harus ada kontinuitas dan keseimbangan. “Boleh mengambil keungungan, tapi harus tetap dalam batas kewajaran,” ujarnya.

Kepala Badan Pangan Nasional juga menjadi bahwa Bulog akan menyerap hasil panen dari petani. Sebab, menurutnya, Bulog memang ditugaskan untuk itu dan memiliki dana yang cukup untuk menyerap produksi petani. Bulog, menurutnya, punya dana untuk menyerap produk petani sebesar Rp 20 triliun, Di bagian lain, Arief Prasetyo memuji prestasi Sumsel yang menjadi provinsi lumbung padi terbesar kelima di Indonesia. “Ini patut diapresiasi,” tegasnya.

Sementara itu, Gubernur Sumsel Herman Deru menyambut baik FGD masalah pangan ini diselenggarakannya di wilayahnya. “Karena ini masalah penting, saya senang dengan diskusi ini. Karena itu Sumsel tak main-main mencari strategi untuk meningkatkan produktivitas pangan,” kata Gubernur Herman Deru.

Ia juga berharap agar pemerintah pusat lebih banyak membuat kebijakan dan langkah-langkah yang lebih menguntungkan petani. Sebab, menurutnya, tanpa dorongan dan insentif dari pemerintah pusat, produktivitas pangan berkelanjutan sulit untuk diwujudkan.

“Petani kita tak bangga dengan profesinya. Generasi milanial tak tertarik menjadi petani. Bagaimana mau tertarik kalau pendapatannya cuma setara Rp 100 ribu,” katanya.Meski begitu, untuk meningkatkan ketahanan pangan di wilayahnya, Gubernur Herman Deru kian gigih mengupayakan berkembangnya serta meningkatnya produksi pangan di Sumsel.

Bahkan sejumlah usulan hingga terobosan yang berpotensi pada kemajuan sektor pangan khususnya beras di Sumsel terus dilakukan hingga saat ini. Hasilnya, dalam waktu tak kurang dari 4 tahun masa kepemimpinnya, Sumsel pun menduduki peringkat 5 besar sebagai provinsi penghasil padi terbesar di Indonesia.“Saya pastikan Sumsel tidak main-main dalam hal pangan ini.

Pada awal menjabat sebagai Gubernur, produksi beras di Sumsel ini hanya menduduki peringkat 8 besar, namun saat ini meningkat ke 5 besar. Artinya, Sumsel ini betul-betul serius untuk memajukan pangan ini,” kata Herman Deru.Bahkan untuk menjaga semangat para petani, lanjutnya,

Pemprov Sumsel pun menyerap beras hasil petani di Sumsel melalui Bulog. Beras petani yang diserap tersebut diberikan kepada ASN di lingkungan Pemprov Sumsel. “Memang jumlah yang diserap hanya beberapa ton, tapi yang jelas ini untuk menjaga psikologi petani agar merasakan jika pemprov ini peduli,” katanya.

Yang menjadi persoalan, menurutnya, para petani adalah mereka yang masih merasa menjadi buruh di lahannya sendiri. “Inilah yang masih kita upayakan. Petani ini masih merasa menjadi buruh di lahannya, karena memang hasil yang didapat petani jauh dari kata cukup,” tuturnya.

Banyak kritik dan saran yang disampaikan peserta FGD ini, yang oleh Kepala Badan Pangan Nasional Arief Prasetyo Adi akan dijadikan masukan untuk membuat kebijakan dan langkah-langkah penataan kebijakan di bidang pangan. “Ini semua akan jadi masukan untuk perbaikan masalah pangan nasional,” kata Arief Prasetyo Adi.

Di akhir FGD, Akbar Faizal menjelaskan bahwa hasil FGD ini akan diseminarkan secara nasional pada 16 Maret 2023 di Jakarta. Dijelaskan juga, ini merupakan rangkaian FGD ketiga. Sebelumnya, FGD serupa dilaksanakan di Bandung, Jawa Barat, dan Makassar, Sulawesi Selatan.

“Semoga hasil dari semua rangkaian ini bisa menghasilkan masukan-masukan yang baik untuk membantu pemerintah memperbaiki masalah tata kelola pangan nasional,” Tutupnya(Nopi)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.